myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~
Tampilkan postingan dengan label Al Quran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al Quran. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Juli 2011

Metode Sederhana Menghafal Al Quran




Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullah, banyak hadits yang menyebutkan tentang keutamaan menghapal Al-Qur'an, dan sepantasnya di hati setiap orang yang beriman memiliki keinginan yang kuat untuk menghafalkannya, dan senantiasa memiliki kecemburuan terhadap para penghafalnya, namun kecemburuan yang kami maksud bukanlah kecemburuan negatif yang menghendaki hilangnya suatu nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepada saudaranya dan kemudian nikmat tersebut beralih kepadanya, bukan itu Ikhwan dan Akhwat sekalian, akan tetapi yang kami maksud di sini adalah kecemburuan positif di mana kita pun menginginkan nikmat yang sama tanpa ada keinginan agar nikmat tersebut hilang dari saudara kita, sehingga kitapun saling berpacu bahkan saling tolong menolong dalam menggapai kebaikan tersebut.

Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, sebelum kami masuk ke pembahasan metode maka terlebih dahulu kami ingin melampirkan beberapa dalil tentang keutamaan menghafal Al-Qur'an, dengan harapan ini semua akan lebih memacu kita semua untuk berusaha dan terus berusaha menghafalkan Al-Qur'an tersebut tanpa ada kata menyerah hingga KETETAPAN ALLAH datang menghampiri kita semua, Insyaa Allah, Allahu Akbar...!!!

1. Hati seorang individu Muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah 'Azza wa Jalla.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu:
"Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh". (Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia berkata hadits ini hasan sahih).

2. Memperoleh penghormatan dari Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam.
Dari Abi Hurairah Radiyallahu 'anhu. ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al Qur'an mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hafalan Al-Qur'an-nya. Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam :"Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hafal, haiFulan?" ia menjawab: aku telah menghafal surah ini dan surah ini, serta surah Al-Baqarah. Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam kembali bertanya: "Apakah engkau hafal surah Al-Baqarah?" Ia menjawab: Betul. Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:"Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!". Salah seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata: Demi Allah, aku tidak mempelajari dan menghafal surah Al-Baqarah semata karena takut aku tidak dapat menjalankan isinya. Mendengar komentar itu, Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Pelajarilah Al Qur'an dan bacalah, karena perumpamaan orang mempelajari Al Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan minyak misik, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang mempelajarinya kemudian dia tidur -dan dalam dirinya terdapat hafalan Al Qur'an- adalah seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misik" (Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2879), dan lafazh itu darinya. Serta oleh Ibnu Majah secara ringkas (217), Ibnu Khuzaimah (1509), Ibnu Hibban dalam sahihnya (Al Ihsaam 2126), dan dalam sanadnya ada 'Atha, Maula, Abi Ahmad, yang tidak dinilai terpecaya kecuali Ibnu Hibban).

3. Penghafal Al Qur'an akan memakai mahkota kehormatan.
Dari Abi Hurairah Radiyallahu 'anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: :"Penghafal Al Qur'an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Qur'an akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Qur'an kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu diapakaikan jubah karamah. Kemudian Al Qur'an memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan" (Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, al hakim, ia meninalinya hadits sahih, serta disetujui oleh Adz Dzahabi(1/533).)

4. Dapat membahagiakan kedua orang tua, sebab orang tua yang memiliki anak penghapal Al Qur'an memperoleh pahala khusus.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:
"Dari Buraidah Al Aslami Radiyallahu 'anhu, ia berkata bahawasanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Pada hari kiamat nanti, Al Qur'an akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Qur'an akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: "Apakah anda mengenalku?". Penghafal tadi menjawab; "saya tidak mengenal kamu." Al Qur'an berkata; "saya adalah kawanmu, Al Qur'an yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Qur'an tadi diberi kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: "kenapa kami di beri dengan pakaian begini?". Kemudian di jawab, "kerana anakmu hafal Al Qur'an. "Kemudian kepada penghafal Al Quran tadi di perintahkan, "bacalah dan naiklah ketingkat-tingkat syurga dan kamar-kamarnya." Maka ia pun terus naik selagi ia tetap membaca, baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil). (diriwayatkan oleh Ahmd dalam Musnadnya (21872) dan Ad Darimi dalam Sunannya (3257).)

Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Siapa yang membaca Al Qur'an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: "Karenakalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur'an" (Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilainya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan disetujui oleh Adz Dzahabi)

5. Akan menempati tingkatan yang tinggi di Surga Allah 'Azza wa Jalla.
Sabda rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:
"Dari Sisyah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda; jumlah tingkatan-tingkatan surga sama dengan jumlah ayat-ayat Al Qur'an. Maka tingkatan surga yang di masuki oleh penghafal Al Qur'an adalah tingkatan yang paling atas, dimana tidak ada tingkatan lagi sesudah itu.

6. Penghafal Al Qur'an adalah keluarga Allah 'Azza wa Jalla.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:
"Dari Anas Radhiyallahu 'anhu Ia berkata bahawa Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri dari manusia." Kemudian Anas berkata lagi, lalu Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bertanya: "Siapakah mereka itu wahai Rasulullah. Baginda menjawab: "Ia itu ahli Qur'an (orang yang membaca atau menghafal Al- Qur'an dan mengamalkan isinya).Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.

7. Menjadi orang yang arif di surga Allah 'Azza wa Jalla.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam "Dari Anas Radhiyallahu 'anhu Bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda; "Para pembaca Al Qur'an itu adalah orang-orang yang arif di antara penghuni surga,"

8. Memperoleh penghormatan dari manusia.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam "Dari Abu Musa Al Asya'ari Radhiyallahu 'anhu Ia berkata bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Diantara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati Orang Islam yang sudah tua, menghormati orang yang menghafal Al-Qur'an yang tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan Al-Qur'an tidak di amalkan, serta menghormati kepada penguasa yang adil."

9. Hatinya terbebas dari siksa Allah 'Azza wa Jalla.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam
" Dari Abdullah Bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu Dari Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam Baginda bersabda: " bacalah Al Qur'an kerana Allah tidak akan menyiksa hati orang yang hafal Al Qur'an. Sesungguhanya Al Qur'an ini adalah hidangan Allah, siapa yang memasukkunya ia akan aman. Dan barangsiapa yang mencintai Al Qur'an maka hendaklah ia bergembira."

10. Mereka (bagi kaum pria) lebih berhak menjadi Imam dalam shalat.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam :
"Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu Dari Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam beliau bersabda; "yang menjadi imam dalam solat suatu kaum hendaknya yang paling pandai membaca (hafalan) Al Qur'an."

11. Disayangi oleh Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:
"Dari Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu Bahawa Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam menyatukan dua orang dari orang-orang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad. Kemudian nabi Shallallahu 'alayhi wasallam bertanya, "dari mereka berdua siapakah paling banyak hafal Al Qur'an?" apabila ada orang yang dapat menunjukkan kepada salah satunya, maka Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam memasukkan mayat itu terlebih dahulu ke liang lahad."

12. Dapat memberi syafa'at kepada keluarga.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:
"Dari Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu: "Barangsiapamembaca Al Qur'an dan menghafalnya, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga dan memberikannya hak syafaat untuk sepuluh anggota keluarganya di mana mereka semuanya telah di tetapkan untuk masuk neraka."

13. Merupakan bekal-bekal yang terbaik.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:
"Dari Jabir bin Nufair, katanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda; "Sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik daripada sesuatu yang berasal dari-Nya yaitu Al Qur'an.

Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, semoga setelah menyimak beberapa keutamaan menghafal Al Qur'an tadi antum sekalian sudah memberanikan diri untuk Bersumpah bagi diri kita masing-masing bahwa DEMI ALLAH selama kita masih diberi kesempatan dan kesehatan oleh Allah 'Azza wa Jalla, maka selama itu pula kita akan terus berupaya untuk menghafalkan kitab termulia tersebut yakni Al Qur'an meski sedikit demi sedikit.

Baiklah Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullah, menghafal Al Qur'an bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan keinginan yang kuat, keistiqamahan, kesabaran, dan disertai dengan UPAYA NYATA yakni mau memulai dan terus berusaha tanpa kenal lelah apalagi kata "MENYERAH", namun menghafal Al Qur'an juga bukanlah amalan yang mustahil untuk dikerjakan OLEH SIAPA PUN, sampai kepada kita yang memiliki seabrek kesibukan lainnya, namun perlu kami ingatkan sekali lagi, bahwa harus SABAR dan ISTIQAMAH...!

Bagaimana metode menghafal bagi orang-orang yang memiliki kesibukan...?

Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, antum jangan berfikiran bahwa dengan metode ini antum akan menghafal Al Qur'an dalam waktu setahun atau dua tahun, tidak Ikhwan dan Akhwat sekalian, bahkan metode ini membutuhkan waktu 15 hingga 30 tahun, TERLALU LAMA...? terserah penilaian antum bagai mana, namun setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI, mungkin antum khawatir akan diwafatkan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan hafalan...? Maka kami sampaikan bahwa SETIDAKNYA KITA BISA BERBAHAGIA KARENA MENINGGAL DALAM KONDISI MEMBAWA NIAT YANG MULIA YANG DIBENARKAN OLEH AMALAN YANG TENGAH KITA LAKUKAN, dan juga antum jangan berfikiran bahwa ini adalah pekerjaan yang mudah untuk dikerjakan tanpa kesabaran, keistiqamahan, dan tindakan nyata, sebab tanpa semua itu berarti antum hanyalah BERANGAN-ANGAN...!

Syarat yang WAJIB untuk antum penuhi sebelum melaksanakan metode ini adalah:

1. Niat karena mengharap Keridhaan Allah.

2. Mampu membaca Al Qur'an dengan tartil (tajwid yang benar), atau setidaknya antum terus berusaha untuk memperbaiki kualitas bacaan Al Qur'an antum.

Berikut adalah metode yang Alhamdulillah telah kami buktikan sendiri dalam kurun waktu yang belum genap setahun ini:

1. Mulailah menghafal dari Juz 30 atau juz 29 atau juz 28, setelah itu silahkan mulai dari Juz 1 dan seterusnya.

2. Gunakan Mushaf Al Qur'an Huffadzh, yakni Al Qur'an cetakan standard international, di mana setiap juz-nya rata-rata terdiri dari +/- 10 lembar (20 halaman; di mana setiap halaman maksimal terdiri dari 15 baris), usahakan istiqamah dengan satu mushaf, tapi bukanlah alasan untuk tidak menghafal ketika suatu ketika antum lupa membawa mushaf antum, tetaplah menghafal meski dengan mushaf yang berbeda, ini hanya untuk lebih memudahkan antum dengan sebuah kebiasaan.

3. Persiapkan diri dengan mengatur 5 waktu khusus untuk menghafal dalam sehari, dan kami sangat menyarankan bahwa waktu tersebut adalah setiap antum selesai menunaikan shalat fardhu.

4. Setiap waktu tersebut, hafalkanlah 1 baris, jika hal tersebut masih terlalu berat bagi antum maka cukup hafal setengah baris saja setiap selesai shalat fadhu, dan jika setengah baris ini masih memberatkan bagi antum, maka 'afwan karena kami hanya mampu menyarankan kepada antum PERBANYAKLAH ISTIGHFAR...!!! (Ikhwan dan Akhwan sekalian, dengan menghafal 1 baris setiap selesai shalat fardhu, berarti insyaa Allah dengan kesabaran dengan keistiqamahan, antum akan Menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 15 tahun, dan jika antum hanya sangguf menghafal setengah baris setiap waktu yang telah ditentukan tersebut, maka insyaa Allah dengan kesabaran dan keistiqamahan, maka antum akan menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 30 tahun, sekedar mengingatkan bahwa setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI).

5. Jika memungkinkan, cobalah antum mencari sahabat atau teman yang bisa ikut menghafal bersama antum, sebab hal tersebut akan lebih menguatkan bagi antum, boleh dari saudara, teman, istri, atau suami, namun jika tak ada satu pun maka sendiri juga insyaa Allah tidak mengapa, ANTUM PASTI BISA...!!!

6. Jika antum memiliki media yang memungkinkan untuk membantu antum seperti HP, MP3/MP4 Player, atau apa saja yang dilengkapi dengan fasilitas recorder & playback maka gunakanlah media tersebut, rekam suara (bacaan) antum pada media tersebut agar antum bisa mendengarnya di setiap kesempatan sebelum tiba waktu selanjutnya, kegiatan ini sebagai media muraja'ah dengan pendengaran sekaligus melatih telinga kita untuk terbiasa tidak mendengar hal-hal yang sia-sia seperti lagu dan musik.

7. Banyak-banyak berdo'a kepada Allah 'Azza wa Jalla agar dimudahkan, diistiqamahkan untuk menghafal Al Qur'an, juga agar diberi usia, kesehatan, dan kesempatan untuk menyelesaikan cita-cita mulia ini.

8. Gunakan kesempatan Qiyam Al Layl sebagai waktu tambahan untuk memuraja'ah hafalan-hafalan antum.

MANAJEMEN KEGIATAN MENGHAFAL:

1. Target hafalan adalah 1 halaman terhafal dengan lancar setiap pekannya (bagi yang sanggup untuk menghafal 1 baris setiap waktunya), atau setengah halaman terhafal dengan lancar setiap pekannya (bagi yang menghafal setengah baris setiap waktunya), cara mencapainya:
- Ba'da Subuh mulai hafal 1 Baris / setengah baris (pilih salah satunya sesuai kesanggupan, kemudian istiqamah-lah!!!).
- Ba'da Dzhuhur tambah hafal 1 Baris / setengah baris.
- Ba'da Ashar tambah hafalan 1 Baris / setengah baris.
- Ba'da Maghrib tambah hafalan 1 Baris / setengah baris.
- Ba'da 'Isyaa' tidak perlu tambah hafalan, khususkan waktu ini untuk memuraja'ah (mengulang-ulang) semua hafalan yang telah di hafal hari itu, jangan lupa di antara waktu shalat fardu, manfaatkanlah media yang antum miliki untuk memuraja'ah hafalan antum melalui pendengaran.
- Lakukan hal di atas selama 4 hari berturut-turut (hingga antum menyelesaikan target antum dalam sepekan yakni 1 atau setengah halaman).

2. Dalam sepekan terdiri dari 7 hari, namun dengan metode ini insyaa Allah maksimal dalam 4 hari antum telah menyelesaikan target hafalan antum untuk sepekan, berarti masih tersisa 3 hari dalam sepekan tersebut, GUNAKANLAH 3 hari tersebut untuk memuraja'ah hafalan antum pada pekan tersebut, INGAT...!!! jangan terburu-buru untuk pindah ke hafalan selanjutnya, tetaplah istiqamah dengan target antum yakni 1 atau setengah halaman setiap pekannya.

3. Dalam sebulan, terdiri dari 4 pekan, berarti dengan metode ini antum akan menghafal 2 lembar setiap bulannya (bagi yang menghafal 1 baris setiap waktunya), atau 1 lembar setiap bulannya (bagi yang menghafal setengah baris setiap waktunya). Dari sini bisa kita ketahui bahwa dengan metode ini kita bisa menghafal 2 juz dalam waktu 10 bulan bagi yang menghafal 1 baris setiap waktunya, atau 1 Juz dalam waktu 10 bulan bagi yang menghafal setengah baris setiap waktunya, sebab 1 Juz = 10 lembar Al Qur'an, Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullah, ini berarti dalam setahun tersebut ada waktu 2 bulan tersisa yang lagi-lagi bisa kita manfaatkan untuk KHUSUS memperlancar hafalan kita tersebut. Sekali lagi kami ingatkan, bahwa JANGAN menambah hafalan antum di waktu-waktu yang telah kita khususkan untuk muraja'ah.

KESIMPULAN DARI PENERAPAN METODE INI:

1. Jika antum menghafal 1 baris setiap waktunya, berarti antum akan menjadi seorang penghafal Al Qur'an dalam waktu 15 tahun, dengan kata lain "TIADA TAHUN KECUALI HAFALAN ANTUM BERTAMBAH SEBANYAK 2 JUZ".

2. Jika antum menghafal setengah baris setiap waktunya, berarti antum akan menjadi seorang penghafal Al Qur'an dalam waktu 30 tahun, dengan kata lain "TIADA TAHUN KECUALI HAFALAN ANTUM BERTAMBAH SEBANYAK 1 JUZ".

KELAMAAN IKHWAN DAN AKHWAT SEKALIAN...???

SEKALI LAGI... INGATLAH PESAN KAMI INI:

IKHWAN... SETIDAKNYA INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAFAL SAMA SEKALI...!!!
AKHWAT... SETIDAKNYA INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAFAL SAMA SEKALI...!!!

Jika suatu ketika antum futhur (lesuh semangat) dalam menggapai cita-cita mulia ini, maka ingatlah (bacalah) kembali hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam tentang keutamaan dan kemualiaan para penghafal Al Qur'an, dan ingatlah kedua ibu bapak antum yang pastinya ingin untuk dipakaikan Pakaian Kemuliaan beserta Mahkota kemuliaan di Akhirat kelak.

Semoga Allah 'Azza wa Jalla senantiasa melindungi kita dari kefuhuran, dan menjadikan kita semua sebagai hamba-hambanya yang hafal Al Qur'an, mengamalkan, dan mendakwahkannya, serta mematikan kita semua dalam kondisi dada yang menyimpan Al Qur'an beserta kemuliaannya. Aamiyn Yaa Rabbal 'Aalamiyn.

Semoga bermanfaat, Salam dan do'aku untuk antum semua wahai saudara-saudariku seiman,

SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLAA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAYKA

Washallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa ash-haabihi ajma'iyn, wa aakhiru da'waanaa 'anilhamdulillahi Rabbil'aalamiyn.


Oleh : Ust Syamsuri Al Hafidz
http://www.islamedia.web.id

Sabtu, 23 Juli 2011

Syuro Sebagai Kekuatan Sebuah Organisasi



Amal Jamai’e dalam amal da’wi menuntut kita kepada :

  1. Kefahaman terhadap hukum syar’ie yang benar.
  2. Kematangan berfikir.
  3. Kedewasaan dalam bersikap.

Semua perkara di atas akan mampu menghasilkan polisi yang tepat, efektif, berkat dan diridhai oleh Allah swt.

Perkara tersebut dapat dilihat dari proses pengambilan suatu polisi dan komitmen serta ketepatan dalam melaksanakan keputusan yang dihasilkan dari syura.

Syeikh Musthafa Masyhur memberikan ta’rif amal jama’ie sebagai berikut :

“Gerakan bersama untuk mencapai tujuan organisasi berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan”.

Berdasarkan ta’rif di atas, kita dapat memahami bahwa amal jamai’e adalah :

  1. Merupakan gerakan bersama, di mana setiap anggota melaksanakan fungsi penstrukturannya dengan orientasi pencapaian tujuan.
  2. Amal yang dilakukan oleh seluruh anggota dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
  3. Amal yang dilakukan berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan sesuai dengan mekanisma yang berlaku.

Ta’rif di atas juga mensyaratkan bahwa amal jama’ie hanya dapat dilakukan oleh organisasi / jama’ah yang mempunyai :

  1. Tujuan (ghayah) / visi dan misi yang jelas.
  2. Manhaj / metodologi gerakan yang kukuh.
  3. Unsur kepimpinan (qiyadah) yang berwibawa.
  4. Ketaatan anggota terhadap pimpinan.
  5. Pola organisasi (tandzim) yang rapi.

Kepimpinan (qiyadah) dalam sebuah jamaah merupakan unsur terpenting yang akan menggerakkan organisasi.

Fungsi strategik kepimpinan (qiyadah) di antaranya ialah :

  1. Fungsi koordinatif (mengatur).
  2. Fungsi imperatif (memaksa).
  3. Fungsi pembuat keputusan (terutama dalam situasi darurat).

Kepimpinan (qiyadah) dipilih untuk ditaati.

KEPENTINGAN SYURA DALAM ORGANISASI

Syura merupakan salah satu instrumen pengambilan keputusan yang paling penting dalam sesebuah organisasi.

Jika mekanisma pengambilan keputusan sentiasa berjalan dengan baik, maka organisasi tersebut akan mempunyai kesepaduan dan pertahanan yang tinggi terhadap segala kegoncangan yang biasanya akan menamatkan riwayat banyak organisasi.

Syura juga adalah satu cara yang disyariatkan oleh Allah swt untuk membuat keputusan di

semua peringkat, sama ada peringkat keluarga, negara dan serantau

Para ahli tafsir, fuqaha’ dan hukama’ telah banyak menekankan kepentingan syura dalam karya karya mereka kerana kewujudannya menunjukkan fenomena yang sahih dan dalil ketamadunan sesebuah masyarakat. Sebaliknya tanpa syura, ia merupakan tanda tersebarnya kezaliman.

Khalifah Umar Al Khattab berkata :

“Tidak ada kebaikan pada urusan yang diputuskan tanpa syura”.

MAKSUD SYURA

Syura bermaksud :

Berbincang, berbahas dan meneliti pandangan-pandangan dalam semua urusan terutama yang melibatkan kepentingan umat. Pandangan-pandangan itu diteliti dan ditapis oleh para pemikir, pakar, ulama’ dan ahli-ahli mesyuarat bagi mendapatkan keputusan yang paling sahih dan betul.

Islam telah memberikan syura satu kedudukan yang besar dan tinggi di mana Al-Qur’an sendiri mempunyai satu surah yang dinamakan ‘Asy Syura’.

Beriltizam dengan syura dianggap sebagai salah satu ciri keperibadian muslim dan mukmin sejati.

SYURA MERUPAKAN SALAH SATU TIANG SISTEM ISLAM

Allah swt mensejajarkan syura dengan solat dan zakat, iaitu syura hukumnya wajib sepertimana solat dan zakat, bahkan ianya sebagai tiang utama sistem masyarakat Islam yang apabila tidak diamalkan bererti kita telah melakukan dosa besar dan meruntuhkan tatacara masyarakat Islam.

Allah swt berfirman :

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan solat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura : 38)

Sunnah Rasulullah saw dalam perlaksanaan syura telah memperincikannya. Walaupun pada hakikatnya baginda tidak perlu kepada syura kerana mendapat wahyu, namun ianya merupakan sebagai bimbingan dan tunjuk ajar kepada umatnya bagaimana melaksanakan syura.

Rasulullah saw bersabda :

“Sekiranya pemimpin kamu ialah mereka yang baik, orang-orang kaya di kalangan kamu pula pemurah dan urusan di antara kamu berbentuk syura maka permukaan bumi ini lebih baik dari perutnya. Jika pemimpin kamu ialah mereka yang jahat, orang-orang kaya di kalangan kamu pula mereka yang kedekut dan urusan kamu terletak pada wanita-wanita kamu, maka perut bumi lebih baik bagi kamu dari permukaannya”.

SYURA SEBAGAI BUDAYA MASYARAKAT ISLAM

Dalam ayat di atas, Allah swt berfirman : “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”…)

Nas ini menegaskan bahwa syura dalam masyarakat Islam bukan hanya bersifat teori, apalagi hanya sekadar wacana.

Namun ia sudah semestinya sudah menjadi budaya yang melekat di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kalimat, (“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”…) lebih tinggi tingkatannya dari perkataan yang menunjukkan perintah, misalnya seperti :

“Bersyuralah kamu,” “Laksanakanlah syura olehmu,”, “Kamu wajib bermusyawarah,”dan kata-kata seumpamanya.

Kalimat, (“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”…) mempunyai konotasi bahwa mereka sudah membiasakan syura dalam kehidupan sehari-hari mereka dan sudah menjadi sistem kehidupan.

Sebaliknya kalimat, “Bersyuralah kamu,” adalah kata perintah yang menuntut tindakbalas dari yang menerima perintah di mana mungkin ia akan melaksanakannya atau mungkin juga tidak, dan ketika ianya dilaksanakannyapun, belum tentu ianya berterusan. Boleh jadi ia hanya dilaksanakan sekali kemudian terputus dan tidak dilakukannya lagi selepas itu.

PROSES PERJALANAN SYURA

Asas penentuan sikap dan pengambilan keputusan adalah andaian maslahah yang terdapat dalam sesuatu perkara itu.

Oleh kerana sifatnya berbentuk andaian, maka sudah pasti ianya relatif dan oleh yang demikian, sangatlah mudah untuk mengalami perubahan-perubahan sehingga sebuah keputusan syura sentiasa mengandungi risiko.

Sepanjang yang dilakukan oleh syura adalah mendefinasikan mashlahah umum atau andaian mudharat, maka ianya sentiasa terdedah kepada risiko kesalahan atau setidak-tidaknya “tempoh kebenarannya” sangat pendek.

Fungsi syura ini akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila memenuhi beberapa syarat :

  1. Tersedianya sumber-sumber informasi yang cukup untuk menjamin bahwa keputusan yang diambil itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
  2. Tingkatan kedalaman ilmu pengetahuan yang memadai perlu dimiliki oleh setiap peserta syura.
  3. Adanya tradisi ilmiah dalam perbezaan pendapat yang menjamin kepelbagaian pendapat yang berlaku dalam syura akan mampu dikelolakan dengan baik.

Syura mempunyai fungsi psikologi dan fungsi instrumental.

Fungsi psikologi akan terlaksana dengan menjamin adanya kemerdekaan dan kebebasan yang penuh bagi peserta syura untuk meluahkan fikiran-fikirannya secara wajar dan apa adanya, namun tentu sahaja setiap orang mempunyai cara yang berbeza-beza dalam meluahkan perasaan yang ada dalam dirinya.

Jika ruang luahan pemikiran dan perasaan tidak dapat dipenuhi dengan baik, maka akan berlaku konflik yang kontraproduktif dalam syura.

SYURA RASULULLAH SAW

Rasulullah saw sering bersyura dengan para sahabat. Baginda berbincang :

  1. Dalam urusan yang kecil atau besar.
  2. Semasa aman atau peperangan.
  3. Tidak kira dengan lelaki atau wanita.
  4. Serta menerima pendapat mereka secara individu atau beramai-ramai.

Rasulullah saw pernah berbincang dengan muslimin dalam peperangan Badar dan menerima pandangan Al-Habab bin Al-Munzir yang mencadangkan penukaran tempat pertempuran.

Begitu juga dalam peperangan Uhud, Baginda saw telah berbincang dan menerima pandangan sahabat-sahabatnya.

Walaupun mereka telah kalah dalam peperangan tersebut, Al-Quran telah menegaskan prinsip syura yang diamalkan.

“Oleh itu maafkanlah mereka (mengenai kekalahan yang mereka lakukan terhadapmu), dan pohonkanlah keampunan bagi mereka, dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan (peperangan dan soal-soal keduniaan)”. (QS Ali Imran : 159)

Oleh itu, walaupun muslimin kalah dalam peperangan tetapi prinsip syura dapat ditegakkan, maka ia seribu kali ganda lebih baik dari pentadbiran kuku besi yang membawa kepada penindasan dan perhambaan.

SAHABAT BERSYURA

Selepas Baginda saw, para sahabat telah menjejaki langkah baginda dalam bersyura.

Abu Bakar as-Siddiq telah berbincang dengan Umar dan sahabat dalam perkara yang tidak ada nas Al-Quran atau As-Sunnah. Begitu juga yang diamalkan oleh Umar, Uthman, Ali dan para panglima tentera yang membuka wilayah-wilayah baru.

Ketika peperangan dengan Parsi, ketua tentera Parsi telah memanggil ketua tentera muslimin untuk berunding. Setelah ketua tentera Parsi itu mengemukakan pandangan serta tuntutannya, ketua tentera muslimin meminta izin untuk ditangguh perundingan bagi membolehkannya berbincang dengan muslimin.

Maka berkata ketua tentera Parsi : “Kami tidak melantik (sebagai ketua) orang yang suka berbincang”.

Ketua tentera muslimin pun menjawab : “Sebab itulah kami selalu mengalahkan kamu,

kami tidak melantik orang yang tidak berbincang”.

Abu Bakar ra telah berbincang dengan para sahabat sebelum melancarkan perang terhadap orang-orang yang murtad selepas kewafatan Rasulullah saw.

Umar ra pula berbincang dalam urusan tanah yang jatuh ke tangan Islam di wilayah-wilayah yang baru dibuka.

Ali ra pula mensyaratkan keputusan ahli syura untuk dia menerima jawatan khilafah.

FAEDAH SYURA

Ramai di kalangan para ulama’ yang memperkatakan fentang faedah syura, di antaranya ialah Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam kitabnya “Sistem Politik Dalam Islam”.

Beliau telah membawa kata-kata-para salaf yang banyak tentang syura, antaranya ialah kata-kata Ali ra :

“Syura mempunyai tujuh kebaikan :

1. Mendapatkan keputusan yang betul.

2. Mendapatkan pandangan.

3. Menjauhi kesilapan.

4. Menghindari celaan.

5. Menyelamatkan daripada penyesalan.

6. Mempertautkan hati-hati.

7. Menuruti jejak langkah Rasul saw dan para salaf.

Al-Ahnaf bin Qais pernah ditanya : “Bagaimana kamu mengurangkan kesilapan dalam urusan kamu?”

Dia menjawab : “Berbincang dengan mereka yang berpengalaman”.

HUKUM SYURA

Ramai ulama’ yang memberi pandangan dalam hukum syura. Al-Imam Fakhru Razi mentarjih dalam tafsirnya hukumnya ‘wajib’ kerana perkataan syura disebut (dalam al-Quran) dalam uslub arahan atau perintah. Begitu juga pendapat Al- Qurthubi.

Tetapi para ulama berselisih pendapat adakah ia ‘mulzim’ atau sekadar ‘mu’lim’.

‘Syura mulzim’ bererti pemimpin terikat dengan keputusan syura.

Manakala dalam Syura mu’lim’ pula, pemimpin berbincang dengan ahli-ahli mesyuarat atau sesiapa yang layak, tetapi di akhir perbincangan pemimpin tersebut tidak terikat dengan pandangan-pandangan mereka dan ia boleh mengambil pandangan yang dikiranya baik selama mana tidak bertentangan dengan nas dan garis panduan yang telah sedia ada di dalam mengambil keputusan.

Jika kita ikuti perbincangan para ulama’, fuqaha’, mujtahidin dan pemikir tentang syura, kita akan dapati mereka akhirnya berpendapat bahawa syura adalah ‘mulzim’ selepas keputusan dibuat oleh majlis syura yang berkenaan, berdasarkan hujah Al-Quran dan As Sunnah.

“Dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan (peperangan dan soal-soal keduniaan) itu. Kemudian apabila engkau telah berazam (sesudah bermesyuarat untuk membuat sesuatu) maka bertawakallah kepada Allah”. (QS Ali Imran : 159)

Dalam sunnah pula kita dapati Rasulullah saw banyak melakukan syura samaada dengan kaum lelaki, wanita, muda atau tua dalam pelbagai cara.

Rasulullah saw pernah berkata kepada Abu Bakar dan Umar :

”Jika kamu berdua bersepakat tentang satu perkara, aku tidak akan menyanggahnya”.

Ini jelas sebagai dalil penerimaan konsep majoriti dalam membuat keputusan. Itu adalah pendirian seorang Nabi yang diutuskan dengan wahyu, sudah tentu pendirian sebegitu lebih dituntut ke atas pemimpin parti, kerajaan dan syarikat yang bukan Nabi dan bukan Rasul.

Kebiasaannya mesyuarat akan berkurangan ketika waktu-waktu peperangan kerana suasana yang tidak mengizinkan, tetapi Rasulullah saw tetap melakukan syura ketika perang demi memantapkan syura sebagai prinsip masyarakat Islam.

Baginda bermesyuarat dengan sahabat dalam peperangan Badar, Uhud, Khandaq dan menerima pandangan mereka. Tidak dijumpai dalam mana-mana buku sirah yang meriwayatkan Rasulullah saw menyalahkan para sahabat jika keputusan mereka tidak mendatangkan hasil. Ini semua agar tidak menekan perasaan mereka ketika bersyura kerana mereka memberikan pandangan yang ikhlas dan yakin.

PANDANGAN FUQAHA’ SEMASA

Apabila kita membaca dan mengkaji pandangan ulama’ dan fuqaha’ ketika ini kebanyakan daripada mereka menyatakan bahawa syura adalah ‘mulzim’.

Walaupun Imam Hasan Al-Banna pada awal permulaan dakwahnya berpegang kepada syura yang‘mu’lim’, tetapi pada akhir hayatnya beliau telah menegaskan prinsip syura ‘mulzim’.

Berhubung perkara ini satu lajnah yangdiketuai oleh Al-Imam sendiri telah merangka satu draf’undang-undang jamaah. Antara yang menganggotai lajnah tersebut ialah Abdul Hakim Abidin, Tahir al-Khasyab dan Soleh al-Esymawi. Undang-undang itu telah diterima pakai pada 1948 iaitu setahun sebelum Imam Hasan Al Banna syahid.

Antara yang disebut dalam undang-undang itu ialah memakai ‘suara majoriti’. Jika bilangan ialah seri, maka pendapat ketua adalah dipakai. Ini ialah satu prosedur yang biasa dipakai dalam institusi-institusi seluruh dunia.

Berdasarkan pengamatan, Imam Hasan Al-Banna menggunakan konsep syura ‘mu’lim’ pada ketika pengikutnya masih mentah dari sudut kesedaran dan kefahaman. Apabila mereka sudah matang maka syura ‘mulzim’ menjadi undang-undang tetap dalam tanzim yang diamalkannya.

Abul A’la Al-Maududi juga mempunyai pandangan yang sama dengan Imam Hasan Al-Banna. Dalam bukunya “Sistem kehidupan Islam” beliau berpandangan bahawa syura adalah ‘mu’lim’. Tetapi pengalaman memimpin tanzim yang diasaskannya menyebabkan al-Maududi mengubah pendapatnya kepada syura ‘mulzim’ seperti yang ditegaskannya dalam buku “Kerajaan Islam”.

Dalam buku tersebut al-Maududi menegaskan jika syura tidak ‘mulzim’ maka syura itu akan kehilangan erti dan nilainya.

Dalam satu sesi wawancara dengan Dr Ma’arof Ad-Dawalibi, pensyarah Usul Fiqh Universiti Damsyik, beliau menegaskan pandangannya bahawa syura adalah ‘mulzim’ dan menyatakan perkara ini sudah sampai ke tahap ijma’.

Manakala Ustaz Sa’id Hawa pula yang berpendapat sedemikian juga menegaskan :

“Perkara ini ialah topik yang telah dibincangkan dengan panjang lebar dan tidak boleh dipandang ringan atau didiamkan kerana ia amat penting bagi hayat umat dan masa depannya”.

Dr. Abdul Karim Zaidan mempunyai pandangan yang sama dalam bukunya “Individu dan

Daulah”, di samping menambah konsep majoriti.

Syeikh Muhammad Al-Ghazali pula dalam satu wawancara dalam majalah Al-Ummah yang diterbitkan di Qatar berbicara mengenai bai’ah dan syura secara terus terang sambil menolak pandangan syura yang tidak ‘mulzim’ dengan nada yang agak keras :

“Saya menolak mereka yang berkata :

Pemerintah dalam Islam boleh bertindak tanpa persetujuan majlis syura. Ini adalah kata-kata yang tidak patut diucapkan. Sedangkan Rasulullah saw yang ma’sum itu tidak pernah berbuat demikian, maka bagaimana orang lain boleh?

Kata-kata bahawa syura tidak ‘mulzim’ merupakan kata-kata yang batil, saya tidak tahu daripada mana datangnya. Kemungkinan fikrah ini timbul dari fuqaha’ pemerintah dalam suasana tertentu untuk mengharuskan penindasan politik.

Apa yang kita lihat dalam seerah Baginda ialah Rasulullah saw sentiasa beriltizam dengan syura.

Syura ialah prinsip Islam sebelum wujud daulah lagi. Dikatakan kepada mereka (para sahabat) masyarakat kamu ini belum bertukar menjadi daulah, tapi mesti urusannya ditegakkan di atas

asas syura.”dan urusan mereka dijalankan secara bermesyuarat sesama mereka”.

Itu pada zaman Makkah. Apabila masyarakat Islam berpindah ke Madinah, dikatakan

kepada Rasulullah saw : ”Dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan

(peperangan dan soal-soal keduniaan) itu”.

Ujian pertama syura ialah dalam peperangan Khandaq ketika Baginda hampir-hampir mengadakan perjanjian dengan kabilah-kabilah jahiliyah di Madinah. Apabila dibincangkan dengan ketua Aus dan Khazraj, mereka menolak pandangan itu. Rasulullah saw menerima pandangan mereka”.

Antara para ulama’ yang berpendapat syura adalah ‘mulzim’ ialah Dr. Mustafa As Sibai’e rahimahullah. Selama memegang jawatan Muraqib Aam Ikhwan di Syria, beliau telah beriltizam dengan pendapat syura ‘mulzim’.

Selain beliau ialah Syeikh Mahmud Syaltut, Dr. Yusuf al-Qardhawi, As-Syahid Syed Qutb, As-Syahid Abdul Qadir Audah, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dan Iain-lain. Mereka semuanya beriltizam dengan syura yang ‘mulzim’.

SYURA MENYELESAIKAN KHILAF

Prinsip syura bukan setakat untuk golongan tertentu sahaja, bahkan faedah syura seharusnya dapat dinikmati oleh semua muslimin.

Barisan pemimpin yang ‘mukhlis’ ialah mereka yang sentiasa menjaga kesatuan dan permuafakatan dalam saf. Di samping ia sentiasa berhati-hati terhadap perselisihan pendapat yang boleh membawa kepada perpecahan seterusnya kelemahan.

Kesemuanya itu tidak akan dapat dilaksanakan jika :

  1. Tiada kejernihan hati.
  2. Tidak menafikan kemahuan nafsu.
  3. Tiada ketaatan sempurna kepada Allah, Rasul dan pemimpin dalam perkara yang bukan

maksiat.

Antara tindakan yang dapat menjamin keutuhan jamaah ialah :

Merujuk kepada syura dengan syarat anggota-anggotanya terdiri daripada kalangan yang berpengetahuan dan layak.

  1. Tunduk kepada pandangan jamaah selepas mengambil kira semua pandangan dan perbincangan tidak akan meninggalkan kesan negatif.

Syura hanya boleh dilakukan dalam perkara yang diputuskan melalui ijtihad, bukan dalam perkara yang telah diputuskan oleh nas atau wahyu.

Rasulullah saw bersabda :

“Aku hanya menghukum antara kamu dalam perkara yang tidak diturunkan wahyu”.

Diriwayatkan daripada Ali bin Abi Talib, “Aku berkata: Wahai Rasulullah! Berlaku suatu peristiwa pada kami yang tiada hukumnya dalam Al-Quran dan As-Sunnah”

Lalu Rasulullah saw berkata :

“Kumpulkan mereka yang ‘arif atau ‘abid di kalangan mukminin, maka bincangkan peristiwa itu antara kamu dan janganlah putuskan hukumnya dengan pandangan seorang individu sahaja”

Barisan pimpinan hendaklah berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkan :

  1. Pandangan yang paling tepat.
  2. Pandangan yang paling kurang mudaratnya.
  3. Pandangan yang paling tinggi maslahahnya.

Biasa dikatakan :

“Orang yang berakal ialah yang dapat membezakan antara yang baik dan jahat, manakala orang yang bijak ialah yang dapat memilih kemudaratan yang paling ringan, jika ada pilihan.”

Oleh yang demikian, persekitaran yang jernih dan suci adalah apabila para ulama’ dan cerdik pandai dapat mengeluarkan buah fikiran dan berbincang yang menatijahkan bercambahnya gaya amal dan sudut pandangan yang pelbagai.

Fenomena itu menghasilkan :

  1. Kekuatan fikiran.
  2. Sikap menghormati pandangan.
  3. Mencari kebenaran dan menerimanya.

Inilah jalan yang diasaskan oleh Baginda saw dalam urusannya dengan para sahabat. Walaupun Rasulullah saw bersifat ma’sum dan disokong oleh wahyu, Baginda tidak mengenepikan para sahabat demi menegakkan prinsip syura dan melayan naluri manusia.

Natijah sikap Baginda ini ialah banyak keputusan yang dibuat dalam pelbagai kes menggambarkan ruh berjamaah.

Tidak ada di sana mana-mana idea atau pandangan orang perseorangan yang boleh mencapai tahap suci dan tidak boleh tidak mesti dipatuhi .

Imam Malik sendiri pernah berkata :

“Aku hanyalah seorang manusia, kadang-kadang silap, kadang-kadang betul. Maka telitilah pandanganku, setiap yang menepati Al-Quran dan As Sunnah ambillah, manakala yang menyanggahinya tinggalkanlah”.

SYURA DAN NASIHAT

Syura akan menjadi lebih sempurna dengan nasihat. Nasihat boleh samada daripada individu atau orang ramai.

Nasihat boleh juga diberi atau diminta semasa syura atau selepasnya iaitu semasa perlaksanaan syura. Ini berlaku dalam peperangan Badar ketika Al-Habab bin Al-Munzir bertanya kepada Rasulullah saw tentang penempatan tentera Badar, adakah ianya wahyu arahan Allah Taala atau ia datang dari ijtihad Rasulullah saw sebagai strategi menghadapi musuh.

Rasulullah saw menjawab bahawa tempat itu hasil ijtihad dan strategi baginda semata-mata.

Apabila mendengar jawapan itu, Al-Habab pun memberikan pandangan dan nasihat agar tempat dan kubu muslimin di alihkan ke tempat lain yung lebih strategik kerana boleh menghalang tentera musuh dari sumber air. Rasulullah saw menerima nasihat Al-Habab dan melaksanakannya.

Antara peristiwa lain yang berkaitan nasihat ialah dalam peperangan Khandak di mana tentera

muslimin telah menggali parit yang besar berdasarkan nasihat Salman Al-Farisi.

Dalam perjanjian Hudaibiah pula Rasulullah saw menerima dan melaksanakan nasihat isterinya Ummu Salamah ra agar Baginda memulakan penyembelihan dam.

SANDARAN SYURA

Sandaran syura ialah Al-Quran dan As-Sunnah. Kedua-dua sandaran dan sumber rujukan itu membezakan syura daripada institusi seumpamanya seperti demokrasi.

Usaha membina kembali kehidupan Islam yang mithali menuntut wujudnya persefahaman dan penyelarasan antara kaum muslimin. Persefahaman itu hanya dapat dipupuk melalui peranan positif yang dimainkan oleh syura dalam semua bidang.

Perkara ini sudah cukup untuk mengelakkan pertelingkahan dan perpecahan yang boleh membantutkan usaha pembinaan semula.

Syura adalah ‘mulzim’ ke atas ahli syura secara umum dan ke atas pimpinan secara khusus. Untuk layak menjadi ahli syura, seseorang itu hendaklah sekurang-kurangnya melepasi tahap minima ahli ijtihad walaupun ia tidak bermaksud perlu memenuhi syarat-syarat ijtihad fiqh yang disebut dalam buku fiqh, bahkan bagi setiap bidang ada syaratnya yang tersendiri.

Sesiapa yang berijtihad dan tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi dalam bidang yang dijtihadkan, maka ia menghukum sesuatu tanpa ilmu dan bukti. Kes ini samalah dengan apa yang disebut dalam sebuah hadith.

“Hakim ada tiga kategori : Dua masuk neraka, satu masuk syurga. Seorang hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan pengetahuannya yang sebenar, maka ia masuk syurga. Hakim yang menjatuhkan hukuman tanpa mengetahui apa-apa, maka ia masuk neraka. Hakim yang mengetahui kebenaran tetapi zalim dalam hukumannya (tidak berhukum berdasarkan pengetahuannya itu), maka ia masuk neraka.” (HR At Tabrani dan Al-Hakim)

Jelas dalam hadith tersebut, mereka yang manjatuhkan hukuman tanpa ilmu akan masuk ke dalam neraka, sama seperti yang menjatuhkan hukuman yang batil walaupun ia tahu kedudukan sebenar.

Sepatutnya jika seseorang itu tidak mengetahui, maka lebih baik ia mengundurkan diri atau meminta bantuan dari mereka yang arif. Bahkan jika keputusannya betul sekalipun, ia tidak dikira kerana keputusan itu samalah seperti ungkapan serkap jarang.

Jika keputusan telah dibuat menerusi syura, maka tiada siapa yang boleh melanggarinya kerana syura adalah ‘mulzim’ di sisi kita sepertimana yang dihuraikan sebelum ini.

Adapun mereka yang tidak menganuti fahaman dan manhaj kita maka kita katakan padanya seperti kata-kata Imam Hasan Al-Banna :

“Kita bantu-membantu dalam perkara yang kita sepakati dan saling memaafkan dalam perkara yang kita perselisihkan”.

Berdasarkan semua faktor-faktor yang disebutkan tadi, syura di sisi Imam Hasan Al-Banna adalah‘mulzim’ dan ia mestilah diikuti oleh para pengikut dan pendokong fikrah ini kerana syura yang‘mulzim’ adalah merupakan unsur tetap dalam jamaah ini.

Ya Allah, berikanlah kekuatan kepada kami untuk kami sentiasa melaksanakan syura dalam setiap urusan kami kerana kami memahami bahwa dalam syura itu adanya keberkatan dariMu yang akan menjamin ketepatan dan keberkesanan keputusan yang diambil. Tenangkan hati kami dalam beriltizam dengan keputusan syura kerana ia merupakan jalan dan wasilah yang akan menunjukkan kepada jalan yang lurus.

Ameen Ya Rabbal Alameen

www.dakwah.info

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons